Diberdayakan oleh Blogger.

Sandiaga Uno: Pandemi Covid-19 Bongkar Wajah Asli Kepemimpinan Negara

Pengusaha nasional Sandiaga Uno menilai pandemi Covid-19 telah berakibat masif kepada perubahan di dunia. Momentum krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19 harus dijadikan momentum bangsa Indonesia melompat lebih tinggi.

Demikian dikatakan Sandiaga saat menjadi pembicara dalam seminar "Strengthening the Economic Revival Through Digital Innovation Towards 'Indonesia Maju'" secara virtual, Jumat (14/8/2020).

"Kita sedang menuliskan sejarah masa depan pandemi sebagaimana banyak tragedi lain yang pernah terjadi di dunia mendorong terjadinya perubahan. Masa depan datang lebih cepat menyapa kita melihat bagaimana negara negara di dunia menuliskan sejarah masa depan dengan cara berbeda-beda," ujarnya.

"Kehadiran negara sudah dipertanyakan sejak lama bahkan di akhir perang dingin kehadiran negara di sektor privat mulai dipangkas melalui Thatcerism dan Reaganomics," lanjutnya.

Di dalam negeri, Sandiaga bilang Indonesia merasakan gelombang privatisasi pascareformasi sekitar 20 tahun yang lalu. Sebagai pengusaha, dia mengaku terlibat langsung dalam proses peralihan ekonomi tersebut.

Kehadiran internet, menurut Sandiaga, semakin menajamkan pertanyaan tentang eksistensi negara yang sering memberi akses negatif terhadap globalisasi ekonomi. Tetapi di tengah akselerasi yang kita alami saat ini, negara dan kepemimpinan nasional tentunya kembali menampakkan wajah aslinya.

"Negara-negara Asia memberi contoh bagaimana campur tangan pemerintah yang cepat dan tepat berhasil mengendalikan pandemi. China dan Vietnam dengan sentralisasi politik Singapura dengan satu partai mayoritas sementara Korea Selatan dan Taiwan yang punya jejak terdeteksi peran politik dalam sejarahnya juga memberi ruang luas untuk kehadiran negara di masa krisis," ujar Sandiaga.

"Jepang bisa jadi menjadi pengecualian di antara negara-negara Asia Timur tetapi mampu melewati pandainya karena budaya yang sudah mengakar dalam masyarakatnya sebagaimana Kuba menulis kisah sukses di kawasan Amerika. Sentralisasi politik dan melimpahnya tenaga medis membuat Kuba menghadapi pandemi dengan tenang dan bahkan sempat mengirimkan tenaga medis ke Eropa," lanjutnya.

Lebih lanjut, eks calon wakil presiden RI itu juga menemukan contoh sukses pada negara-negara yang dipimpin para perempuan.

"Jacinda Ardern berhasil membawa Selandia Baru sebagai salah satu negara yang paling cepat lepas dari Covid-19. Angela Merkel melakukan tes swab massal yang membuat tingkat kematian di Jerman jauh di bawah Inggris, Italia, Prancis dan Spanyol. Sementara Sanna Marin perdana menteri Finlandia yang masih berusia 34 tahun menunjukkan kapasitas luar biasa menghadapi pandemi," kata Sandiaga.

"Demokrasi yang mampu menggalang partisipasi publik menjadi ciri ketiga negara di atas. Kebebasan politik dijamin dengan konstitusi tetapi masyarakat mau menerima kehadiran negara dalam situasi sulit. Melihat ketiga negara ini mungkin sejarah masa depan tidak sesuram yang kita bayangkan. Mungkin masalahnya bukan tentang sistem politik tetapi justru political will dari kepemimpinan sebuah negara," lanjutnya.

Mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu kemudian menyoroti Inggris dan AS sebagai kampiun demokrasi yang luluh lantak gegara Covid-19. Banyak yang mempertanyakan kepemimpinan Boris Johnson yang menggaungkan Brexit serta Donald Trump yang menggaungkan 'Make America Great Again'.

"Pemimpin populis yang biasa ditemukan di tengah masyarakat yang mengagung-agungkan kejayaan silam. Sebuah Ironi yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat," ujar Sandiaga.

"Tapi sebagaimana paham lain ekstrem kanan juga memanfaatkan internet untuk tumbuh kembangnya pemimpin populis lainnya kita temukan di Brazil yang kental dengan sejarah. Faktor militer presiden Jair Bolsonaro yang sempat tertular Covid-19 terus berusaha menggalang dukungan publik untuk tetap membuka ekonomi Brazil. Hasilnya Brazil berhasil menjadi kampiun Covid-19 dengan jumlah orang yang terpapar paling banyak di dunia," lanjutnya.

Sebagaimana Trump membawa AS dengan jumlah korban meninggal tertinggi dan Boris Johnson yang menjadikan Inggris sebagai kampiun di Eropa, Sandiaga menyebut kepemimpinan populis yang mampu menghiasi mimpi mimpi Indah rakyat tentang kebesaran, keagungan atau kebangkitan sebuah negara, tetapi ternyata sulit menghadapi masalah yang ada di depan mata

"Dalam situasi krisis seperti ini negara dan rakyat harus cap cepat bangun dari mimpi dan beradaptasi dengan tantangan yang dihadapi bukan malah menciptakan kegaduhan tanpa ujung yang menciptakan ketidakpastian. Kolaborasi jadi kata kunci antara rakyat dengan negara dan juga antar negara dengan negara lainnya," kata Sandiaga.

"Untuk memulai sejarah masa depan mungkin yang dibutuhkan oleh dunia saat ini bukan tiga lelaki kuat yang tiada henti bicara tetapi justru tidak perempuan sederhana yang tiada henti mendengarkan dan bekerja," lanjutnya


(syamsil/nasional)

 

Tidak ada komentar

Berkomentarlah yang santun, mengkritik yang membangun.