Cara Rosululloh Berdagang, ternyata Beliau memiliki Self-Branding
Saat usianya 17 tahun, Muhammad SAW muda semakin mahir
berdagang. Tidak hanya ke Syam, kafilah dagang yang dipimpin
beliau sudah pernah berniaga di Yordania, Busra, Irak, Bahrain,
dan Yaman—selain Hijaz sendiri.
Kunci-kunci sukses ala Nabi
Apa saja kunci kemahiran beliau?
Pertama, Nabi Muhammad SAW dalam berdagang selalu
menentukan terlebih dahulu segmentasi pasar. Dengan demikian,
beliau dapat “membaca” permintaan pasar tentang suatu barang
atau komoditas.
Yang dipelajarinya adalah kebiasaan, cara hidup, dan kebutuhan
sehari-hari para calon konsumen tempat ia akan berdagang.
Alhasil, ketika datang ke kota A, barang-barang yang beliau
bawa bisa jadi berbeda ketika beliau mendatangi kota B.
Kedua, Nabi Muhammad SAW juga tak pernah mengecewakan
pelanggan. Beliau tak membeda-bedakan pelanggan, apakah itu
kaum elite bangsawan, orang biasa, atau bahkan budak
sekalipun. Menghormati pelanggan adalah poin penting untuk
kelancaran bisnis yang dipegang teguh oleh Rasulullah.
Ketiga, Rasulullah memiliki visi dalam berekspansi.
Beliau dalam berdagang tak hanya berkutat pada satu atau dua
pasar. Nabi SAW juga melakukan perluasan jangkauan bisnis ke
banyak wilayah. Dengan begitu, reputasi dan pamor (branding) produk-produknya kian dikenal masyarakat luas.
Reputasi juga didapat dari jaminan mutu barang. Nabi Muhammad
SAW selalu jujur dengan kualitas barang dagangannya, apakah
itu ada kelebihan atau kekurangannya. Semua dijelaskan kepada
para pelanggannya. Tidak pernah sekalipun beliau mengurangi
takaran atau timbangan. Beliau juga tidak melakukan perang
harga dengan sesama pedagang lainnya.
Alhasil, Muhammad SAW sebagai pedagang akhirnya
menemukan self-branding. Beliau bahkan sebelum menjadi Rasulullah sudah
mendapat gelar al-Amin, ‘orang yang bisa dipercaya.’ dari
masyarakat Arab.
Self-branding itulah yang memudahkan beliau dalam berbisnis.
Malah tanpa modal sepeser pun, beliau dapat bekerja, yakni
dengan menjualkan barang-barang dagangan milik orang lain.
Dari situ, beliau mendapatkan imbalan dari proses bagi-hasil.
Inilah yang dilakukannya dengan Khadijah—seorang saudagar
sukses, kaya raya pula—sebelum pernikahan terjadi.
Post a Comment